![]() |
Puluhan massa dari Brigade Nusa Utara Indonesia (BNUI) Didepan Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut) |
Manado, indinews.id — Puluhan massa dari Brigade Nusa Utara Indonesia (BNUI) mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut) pada Selasa (9/9/2025). Mereka menuntut aparat hukum segera menuntaskan kasus dugaan mafia tanah yang menyeret nama sejumlah pihak, termasuk sengketa lahan milik mantan Guru Besar IPB, Prof. Ing Mokoginta.
Dalam orasi, massa mendesak agar para tersangka segera ditangkap. “Mafia tanah kalau perlu digantung!” teriak salah satu orator di hadapan aparat.
Perwakilan massa kemudian diterima Wakajati Sulut, Suwandi SH MHUM, bersama jajaran pejabat utama Kejati. Usai pertemuan, pimpinan BNUI Stenly Sendouw menegaskan aksi ini adalah desakan moral agar hukum ditegakkan.
“Kami minta agar tersangka dalam kasus ini, termasuk pemilik Hasrat Abadi dan istrinya, Stella Mokoginta, benar-benar diproses hingga ke pengadilan,” ujar Stenly.
Sengketa tanah seluas 1,7 hektar di Kota Kotamobagu ini sudah melalui dua putusan pengadilan yang memenangkan Prof. Ing Mokoginta. Namun hingga kini, lahan tersebut belum juga dikembalikan.
Berdasarkan laporan polisi nomor LP/541/XII/2020/SULUT/SPKT, ada 12 orang dilaporkan. Dari jumlah itu, 9 orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk nama-nama seperti Welly Mokoginta alias Tiong, Jantje Mokoginta alias Hian, Stella Mokoginta, Herry Mokoginta alias Kian, hingga Enstien Mondong.
Ironisnya, sejak Desember 2020 hingga kini, tidak ada satu pun yang ditahan. Bahkan, setelah kasus ditarik ke Bareskrim Mabes Polri tahun 2022, sejumlah nama tersangka justru hilang dari berkas perkara.
Menurut BNUI, lambannya penanganan kasus ini memperlihatkan adanya intervensi dari pihak tertentu. Padahal sebelumnya, Polda Sulut sudah menetapkan tersangka dan Kejati telah mengeluarkan P-16.
“Delapan tahun berlalu, kasus ini tetap menggantung. Ini bukan sekadar sengketa tanah, ini soal keadilan rakyat,” tegas Stenly.
BNUI menegaskan akan terus mengawal kasus mafia tanah Sulut ini hingga para pelaku diadili. Mereka menilai berlarut-larutnya kasus hanya akan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap hukum.
“Rakyat kecil hari ini bukan hanya melihat ketidakadilan, tapi juga mulai kehilangan kepercayaan. Kami tidak akan tinggal diam,” pungkas Stenly.(Fry)