×

Inflasi Sulut Juni 2025 Capai 1,71 Persen, Emas dan Beras Jadi Pemicu Utama

28 Juli 2025 | Juli 28, 2025 WIB Last Updated 2025-08-04T06:52:08Z

 

Kepala BI Sulut, Joko Supratikto, memaparkan strategi pengendalian inflasi dalam forum bersama media di Manado (Foto indinews/Subhan)

MANADO, indinews.id - Inflasi tahunan (year-on-year/yoy) di Sulawesi Utara (Sulut) pada Juni 2025 tercatat sebesar 1,71 persen. Kenaikan harga emas perhiasan dan beras menjadi penyumbang utama inflasi di daerah ini, seiring meningkatnya harga emas global serta terbatasnya pasokan beras dari Sulawesi Tengah dan Bolaang Mongondow.


Di sisi lain, inflasi sempat tertahan oleh turunnya harga daun bawang akibat panen yang melimpah. Secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi Sulut mencapai 0,64 persen, sementara secara tahun berjalan (year-to-date/ytd) tercatat 1,85 persen.


Lima komoditas utama penyumbang inflasi pada Juni 2025 yakni emas perhiasan dan beras masing-masing sebesar 0,34 persen, tomat 0,24 persen, ikan selar 0,15 persen, serta cabai rawit 0,13 persen. 


Adapun komoditas yang memberi andil terhadap deflasi adalah daun bawang sebesar -0,16 persen, daging babi -0,12 persen, angkutan udara -0,06 persen, telepon seluler -0,05 persen, dan bawang putih -0,04 persen.


Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Sulut, Joko Supratikto, mengungkapkan bahwa sejak 2024 hingga pertengahan 2025, inflasi di Sulut lebih banyak didorong oleh tingginya konsumsi masyarakat terhadap bahan makanan pokok dan pedas seperti cabai rawit, tomat, beras, daging babi, bawang merah, dan ikan malalugis.


“Cabai, tomat, dan bawang merah adalah bahan utama sambal dan masakan, sedangkan beras merupakan kebutuhan pokok. Daging babi mengalami kenaikan harga akibat keterbatasan stok pasca merebaknya virus African Swine Fever pada 2023. Ikan malalugis juga tinggi permintaannya karena masyarakat Sulut menyukai konsumsi ikan,” ujar Joko dalam kegiatan Sinergi dan Jalin Kolaborasi Bersama Media, Senin (28/7/2025).


Untuk mengendalikan laju inflasi, Bank Indonesia Sulut memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah melalui program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). 


Joko menyebutkan bahwa pihaknya menargetkan inflasi 2025 tetap berada dalam sasaran 2,5 ± 1 persen, serta menjaga inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) dalam kisaran 3,0–5,0 persen.


Selain itu, BI juga mendorong penguatan koordinasi pusat dan daerah dengan menyusun Peta Jalan Pengendalian Inflasi 2025–2027. 


Strategi tersebut menyasar pada stabilitas harga dan tarif angkutan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), menjaga pasokan antar waktu dan wilayah, serta memperkuat data dan digitalisasi sektor pangan.


BI menerapkan strategi 4K dalam pengendalian inflasi, yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, serta komunikasi efektif. 


Upaya yang dilakukan meliputi operasi pasar, fasilitasi distribusi pangan, kerja sama antar daerah, gerakan tanam cabai, digitalisasi sistem logistik, hingga penguatan kapasitas kelembagaan dan pengendalian ekspektasi masyarakat.


“Fokus kami ke depan juga mencakup peningkatan produktivitas pangan, diversifikasi produk olahan, serta mendorong komunikasi publik yang konsisten agar masyarakat tetap tenang dan terinformasi secara tepat,” tambah Joko.


(sab)

CLOSE ADS
CLOSE ADS
close