![]() |
Kepala KPw BI Sulut Joko Supratikto saat memaparkan materi dalam Seminar Nasional Soemitronomics di Manado (Foto: Istimewa) |
MANADO, indinews.id – Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Manado, Sulawesi Utara, menggelar Seminar Nasional bertajuk Soemitronomics: Mewujudkan Ekonomi Indonesia yang Tangguh dan Inklusif di Sulut di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulut, Kamis (14/8/2025).
Seminar ini mengupas pemikiran Begawan Ekonomi Indonesia, Prof. Soemitro Djojohadikusumo, khususnya terkait strategi pembangunan ekonomi berbasis potensi lokal, industrialisasi nasional, hubungan internasional, serta ekonomi berbasis data.
Kepala KPw BI Sulut, Joko Supratikto, menyatakan bahwa gagasan Soemitro relevan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas di Sulut.
“Kami meyakini dengan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sulut dan secara kolektif kemakmuran seluruh penduduk Indonesia,” ujar Joko.
Dalam kesempatan tersebut, Joko memaparkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Juli 2025, salah satunya keputusan menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen. Penurunan ini membuat suku bunga Deposit Facility menjadi 4,50 persen dan Lending Facility menjadi 6,00 persen.
“Langkah ini sejalan dengan proyeksi inflasi yang tetap terkendali, upaya menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Menurut Joko, bauran kebijakan BI dilakukan melalui tiga pilar:
1. Kebijakan Moneter untuk menjaga inflasi dalam kisaran 2,5 persen ± 1 persen dan stabilitas nilai tukar.
2. Kebijakan Makroprudensial Akomodatif untuk mendorong pertumbuhan kredit dan fleksibilitas likuiditas.
3. Kebijakan Sistem Pembayaran guna memperluas akseptasi pembayaran digital dan memperkuat infrastruktur.
Ia menambahkan, penurunan BI Rate sebanyak tiga kali sepanjang 2025 direspons positif perbankan Sulut dengan penyesuaian suku bunga kredit konsumsi sebesar 23 bps dan kredit investasi sebesar 14 bps.
“Secara lebih granular, kredit konsumsi di Sulut memiliki pangsa terbesar 59 persen, diikuti kredit investasi 14 persen,” kata Joko.
(sab)