![]() |
Bryan Tambuwun, Kasubsie 2 Bidang Intelejen Kejari Manado. Foto: Redaksi |
Manado, indinews.id – Proyek pengadaan incinerator atau mesin pembakar sampah milik Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Manado tahun anggaran 2019, kini jadi sorotan tajam. Diduga kuat terjadi penyimpangan dana proyek senilai miliaran rupiah. Nama Prabowo, pemilik PT Wira Incinerator, disebut menerima sebagian besar dana proyek, namun hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam pengusutan yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado, Prabowo disebut telah menerima aliran dana proyek mencapai 85 persen dari total nilai proyek sebesar Rp8,8 milyar.
“Kasus ini sedang kami dalami. Prinsipnya, kami tidak tebang pilih. Jika bukti cukup, siapa pun bisa ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Kasubsie 2 Intelijen Kejari Manado, Bryan Tambuwun, Rabu (4/6/2025).
Tambuwun menegaskan bahwa penyidik saat ini tengah mengumpulkan bukti yang kuat dan tidak ingin terburu-buru dalam penetapan tersangka.
“Kami ingin semua proses berdasar pada bukti, bukan tekanan. Kalau bukti sudah lengkap, tentu akan ada tindak lanjut hukum,” tambahnya.
Prabowo, yang disebut sebagai pihak paling dominan dalam proyek tersebut, masih berstatus saksi. Namun, penyidik membuka peluang untuk kembali memanggil dan memeriksa jika ditemukan fakta atau bukti baru.
“Bisa saja keterangannya kembali kami ambil, tergantung kebutuhan penyidikan,” ujar Tambuwun.
Isu "masuk angin" yang sempat beredar terkait penanganan kasus ini pun dibantah keras oleh Kejari Manado.
“Kami bekerja profesional. Tidak ada permainan. Kami pastikan kasus ini ditangani secara objektif dan transparan,” tegasnya.
Dari sisi terdakwa lain, Advokat Lifa Malahanum, kuasa hukum tersangka AA dari PT Atakara Naratama Mitra, mengungkap bahwa kliennya hanya bertindak sebagai pihak administrasi dalam proyek, sedangkan seluruh tanggung jawab teknis incinerator berada di tangan Prabowo.
“Prabowo adalah pemilik PT Wira Incinerator yang juga pemilik merek mesin Dodika. Ia yang mengatur spesifikasi, pelaksanaan, dan pengawasan teknis. Klien kami hanya mengurus lokasi dan koordinasi,” jelas Lifa.
Ironisnya, meski Surat Perintah Kerja (SPK) diberikan ke PT Atakara Naratama Mitra, Prabowo diduga mengklaim proyek tersebut sebagai miliknya dan menuntut seluruh dana proyek ditransfer ke rekening PT Wira Incinerator.
“Prabowo bahkan telah menguasai 85% dari total dana proyek. Namun, ia tetap menuntut penguasaan 100% dan kendali penuh,” ungkap Lifa, didampingi Advokat Agung Mattauch.
Ketika permintaan tersebut ditolak, lanjutnya, Prabowo justru membuat laporan ke sejumlah pihak dan media, seolah-olah dirinya adalah korban.
“Padahal, masalah utama dalam kasus ini justru ada pada incinerator yang tidak sesuai spesifikasi, dan itu adalah tanggung jawab teknis Prabowo,” tegasnya.
Pihak kuasa hukum menyatakan telah menyerahkan seluruh dokumen dan bukti penting kepada penyidik Kejari Manado.
“Semua data kami sudah serahkan. Kami percaya Kejari akan bersikap adil dan memproses siapa pun yang terlibat, sesuai hukum yang berlaku,” tutup Lifa.