![]() |
| Wakil Wali Kota Bitung Randito Maringka bersama Kepala KPw BI Sulut Joko Supratikto saat High Level Meeting (HLM) TPID Bitung (Foto: Istimewa) |
BITUNG, indinews.id - Kota Bitung, meskipun bukan termasuk kota perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK), namun menjadi salah satu barometer penting mengingat pergerakan harganya cenderung mengikuti Kota Manado.
Komoditas yang paling sering memicu fluktuasi harga di Bitung adalah cabai rawit, cabai merah, bawang merah, dan bawang putih.
Menjawab kondisi tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Bitung menyepakati empat strategi utama pengendalian inflasi.
Pertama, menjaga keterjangkauan harga melalui operasi pasar dan Gerakan Pangan Murah agar masyarakat tetap dapat membeli kebutuhan pokok dengan harga wajar.
Kedua, memperkuat ketersediaan pasokan melalui kerja sama antar daerah (KAD) serta peningkatan produktivitas pertanian di tingkat lokal.
Ketiga, memastikan kelancaran distribusi melalui Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP) dengan skema subsidi ongkos transportasi sehingga pasokan merata ke seluruh wilayah.
Keempat, membangun komunikasi efektif melalui forum koordinasi seperti High Level Meeting (HLM) dan capacity building bagi anggota TPID.
Sebagai tindak lanjut nyata, pada HLM ini dilakukan pula penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) KAD Government-to-Government (G2G) antara Pemerintah Kota Bitung dan Kabupaten Minahasa Utara untuk komoditas pertanian strategis.
Kerja sama ini akan dilanjutkan dengan penjajakan KAD Business-to-Business (B2B) antara Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pasar Kota Bitung dan kelompok tani di Minahasa Utara untuk komoditas cabai rawit.
Dengan skema ini, daerah yang mengalami surplus produksi dapat menyalurkan komoditasnya ke daerah defisit, sehingga harga tetap stabil dan kesejahteraan petani tetap terjaga.
Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) dalam sambutannya menegaskan bahwa pengendalian inflasi membutuhkan kolaborasi menyeluruh.
“Stabilitas harga pangan adalah kunci untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, sinergi antar daerah, penguatan kapasitas produksi lokal, serta kelancaran distribusi harus terus kita perkuat,” ujarnya, Rabu (10/9/2025).
Selain KAD, beliau juga menekankan pentingnya Program Petani Unggulan Sulawesi Utara (PATUA) sebagai salah satu inisiatif untuk memperkuat ketahanan pangan. Hingga tahun 2025, terdapat 85 kelompok tani PATUA di Sulut, termasuk tiga di antaranya berasal dari Kota Bitung yang fokus pada komoditas cabai rawit.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Walikota Bitung, menyampaikan bahwa pertemuan ini bukan sekadar forum rutin, melainkan wadah sinergi bagi kita semua untuk menyatukan langkah, dan memastikan masyarakat terlindungi dari gejolak harga.
”Kolaborasi adalah kunci. Tidak ada satu pihak pun yang mampu mengendalikan inflasi sendirian. Hanya dengan gotong royong kita bisa menjaga keterjangkauan harga, menjamin pasokan yang merata, serta memperkuat ketahanan pangan lokal” tuturnya.
Berbagai tantangan masih dihadapi Kota Bitung, antara lain ketergantungan pada pasokan eksternal, produktivitas cabai dan bawang yang masih rendah, serta keterbatasan produksi padi.
Pemerintah Kota bersama KPwBI Provinsi Sulut dan TPID akan mendorong peningkatan produktivitas lahan pertanian, serta optimalisasi kerja sama antar daerah untuk menjamin ketersediaan pasokan.
Pertemuan ini menegaskan pentingnya sinergi antar lembaga dalam menjaga stabilitas harga melalui distribusi, logistik, dan komunikasi dengan masyarakat.
Dengan langkah sistematis, inflasi Sulut diharapkan tetap dalam sasaran nasional 2,5 persen ± 1 persen. TPID Bitung optimis kolaborasi erat pemerintah, pelaku usaha, kelompok tani, dan Bank Indonesia akan menjaga daya beli, memperkuat ketahanan pangan, mendorong pertumbuhan inklusif, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
(sab)
