![]() |
| PLTP Lahendong (Foto: Istimewa) |
JAKARTA, indinews.id - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) (IDX: PGEO) mencatatkan tonggak penting dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong Unit 7 dan 8 berkapasitas 2 x 20 megawatt (MW) yang dikombinasikan dengan pembangkit Binary Unit berkapasitas 10 MW.
Hal tersebut ditandai dengan penyerahan dokumen teknis kepada PT PLN (Persero) di Jakarta, Jumat (12/12/2025).
Dokumen teknis tersebut menjadi persyaratan utama bagi PLN dalam melakukan evaluasi pembelian tenaga listrik dari pembangkit Energi Baru dan Terbarukan (EBT) melalui skema total proyek yang dituangkan dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL).
Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Edwil Suzandi, mengatakan PGE terus melangkah maju dalam mengoptimalkan potensi panas bumi di Lahendong sejak beroperasinya PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 pada 2016.
Penyampaian dokumen teknis ini kata dia menjadi langkah penting bagi PGE dalam pengembangan panas bumi di Indonesia, khususnya di Lahendong, Sulawesi Utara.
"Kami berharap dengan disampaikannya dokumen ini, PLN dapat melakukan proses evaluasi dan pembelian tenaga listrik dari pembangkit energi baru terbarukan, sekaligus mendorong percepatan tahapan pengembangan selanjutnya,” ujar Edwil dalam keterangan resminya yang diterima Selasa (16/12/2025).
Sejalan dengan upaya tersebut, PGE siap melanjutkan tahapan berikutnya berupa diskusi teknis lanjutan bersama PLN, mencakup kajian reservoir, desain fasilitas produksi, studi penyambungan, hingga aspek kelistrikan dan komersial lainnya.
Edwil menambahkan, saat ini PGE telah berkontribusi sekitar 30 persen terhadap kebutuhan listrik di Sulawesi Utara dan sekitarnya. Dengan beroperasinya PLTP Lahendong Unit 7 dan 8 serta Binary Unit, kontribusi tersebut diperkirakan meningkat menjadi 35 hingga 40 persen dari total kebutuhan listrik wilayah tersebut.
Pengembangan PLTP Lahendong Unit 7 dan 8 juga menjadi bagian dari dukungan PGE terhadap target perluasan kapasitas pembangkit berbasis EBT hingga 76 persen pada periode 2025–2034.
Proyek yang memanfaatkan sumber daya panas bumi di Prospek Tompaso ini tercantum dalam Daftar Potensi Panas Bumi yang memerlukan kajian lanjutan.
Selain itu, proyek ini masuk dalam empat proyek strategis panas bumi PGE yang tercantum dalam Blue Book 2025–2029 Kementerian PPN/Bappenas.
Penetapan tersebut merupakan hasil pengajuan resmi PGE melalui PT Pertamina (Persero) dan menjadi tonggak penting pengembangan panas bumi sebagai tulang punggung transisi energi nasional.
Di sisi lain, industri panas bumi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Sepanjang 2010–2024, sektor ini mencatatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp21,43 triliun, serta menyalurkan Dana Bagi Hasil (DBH) sekitar Rp10,82 triliun kepada daerah penghasil pada periode 2019–2024.
Kontribusi tersebut turut mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui efek berganda.
Sebagai pionir pengembangan panas bumi di Indonesia dengan pengalaman lebih dari 40 tahun, PGE menargetkan kapasitas terpasang sebesar 1 gigawatt (GW) dalam dua hingga tiga tahun ke depan dan 1,8 GW pada 2033.
Hingga kini, PGE mengelola kapasitas terpasang sebesar 727 MW di enam wilayah operasi dan tengah mengembangkan sejumlah proyek strategis lainnya, termasuk PLTP Hululais Unit 1 dan 2 berkapasitas 110 MW serta proyek co-generation bersama PLN Indonesia Power dengan total kapasitas mencapai 230 MW.
(sab)
