Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria bersama President Director and CEO Indosat Ooredoo Hutchison, Vikram Sinha dan Founder and CEO Twimbit, Manoj Menon saat peluncuran Empowering Indonesia Report 2025 di Jakarta, (Foto: Istimewa)JAKARTA, indinews.id - Kecerdasan artifisial (AI) yang berdaulat (Sovereign AI) dipastikan menjadi fondasi utama pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, dengan potensi kontribusi hingga USD140 miliar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2030.
Angka ini diproyeksikan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi tahunan hingga 6,8 persen dan mempercepat pencapaian status negara berpenghasilan tinggi ke tahun 2041, atau bahkan 2038 dalam skenario terbaik.
Penegasan ini tertuang dalam Empowering Indonesia Report 2025 bertema “Building Bridges of Tomorrow,” yang diluncurkan oleh Indosat Ooredoo Hutchison (Indosat atau IOH) bekerja sama dengan Twimbit, perusahaan riset dan konsultasi terkemuka, di Jakarta, Senin (27/10/2025).
Laporan tersebut sejalan dengan target ambisius Pemerintah Republik Indonesia untuk mencapai status negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2038 sebagai bagian dari visi Asta Cita, dengan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 8 persen.
Laporan ini menguraikan lima pilar utama yang harus diperkuat demi mewujudkan kedaulatan AI: infrastruktur digital yang andal, tenaga kerja AI yang berkelanjutan, industri AI yang tumbuh inovatif, riset dan pengembangan yang mumpuni, serta regulasi dan etika yang kokoh.
Penerapan AI berdaulat juga mampu mendorong peningkatan produktivitas yang signifikan, yaitu hingga 18 persen di sektor jasa, 15–20 persen di manufaktur, dan 5–8 persen di pertanian.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Nezar Patria, menegaskan bahwa kedaulatan AI adalah soal kemandirian bangsa.
“Kedaulatan AI berarti kita membangun teknologi yang merefleksikan nilai-nilai Pancasila, menjamin etika dan keamanan, serta memastikan manfaatnya dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat,” ujarnya.
Namun, laporan ini juga menyoroti kebutuhan investasi signifikan. Indonesia membutuhkan setidaknya USD3,2 miliar hingga tahun 2030 untuk memenuhi kebutuhan komputasi nasional, mengingat saat ini data center AI di Indonesia baru mencakup kurang dari 1 persen dari pasar global.
Selain infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia juga krusial. Indonesia perlu mengembangkan 400 ribu talenta AI pada tahun 2030, dengan estimasi investasi sebesar USD968 juta untuk pendidikan, pelatihan, dan reskilling tenaga kerja.
Meskipun demikian, ada perkembangan positif dalam ekosistem lokal. Indonesia kini memiliki 364 startup AI dengan total pendanaan mencapai USD1,08 miliar.
Inisiatif riset nasional seperti Sahabat-AI V2, sebuah Large Language Model (LLM) dengan 70 miliar parameter yang mendukung bahasa Indonesia dan bahasa daerah (Jawa, Sunda, Bali, dan Batak), menjadi bukti nyata bahwa Indonesia mulai beralih dari sekadar pengguna menjadi pembentuk teknologi AI global.
Vikram Sinha, President Director and CEO Indosat Ooredoo Hutchison, menyatakan komitmen perusahaannya sebagai mitra bangsa.
Kedaulatan AI kata Vikram bukan hanya tentang teknologi, tetapi tentang membangun masa depan yang dimiliki dan dikendalikan oleh Indonesia sendiri.
"Kami berkomitmen menghadirkan konektivitas yang inklusif dan solusi AI yang beretika untuk memberdayakan setiap lapisan masyarakat menuju Indonesia Emas 2045,” kata Vikram.
Senada dengan itu, Manoj Menon, Founder and CEO Twimbit, menambahkan bahwa Indonesia memiliki posisi strategis untuk memimpin di era AI berdaulat dan berpotensi menjadi pusat pertumbuhan AI di Asia.
Laporan Empowering Indonesia 2025 menutup seruannya dengan mengajak seluruh sektor untuk bergerak selaras dalam memperkuat fondasi digital, membangun talenta masa depan, dan menegakkan tata kelola AI yang beretika, sebagai langkah nyata Indonesia menjadi arsitek peradaban digital yang berdaulat.
(sab)